Perkuat Moderasi Beragama: Mahasiswa STT Istto Hikmat Wahyu Gagas Dialog di Sulut

Perkuat Moderasi Beragama: Mahasiswa STT Istto Hikmat Wahyu Gagas Dialog di Sulut

Sulawesi Utara (Sulut), dengan julukan “Bumi Nyiur Melambai,” telah lama dikenal sebagai salah satu provinsi paling harmonis dan toleran di Indonesia. Kehidupan berdampingan antarumat beragama di sini sering dijadikan benchmark kerukunan nasional. Namun, kerukunan bukanlah warisan statis; ia adalah aset yang harus terus dirawat dan diperkuat, terutama di tengah arus deras informasi digital yang terkadang membawa bibit-bibit ekstremisme dan intoleransi.

Di sinilah peran penting Mahasiswa sebagai agen perubahan menjadi krusial. Khususnya, mahasiswa dari sekolah teologi seperti STT Istto Hikmat Wahyu (STT IHW), yang berada di jantung masyarakat plural, menyadari tanggung jawab ini. Mereka tidak hanya belajar teologi di kampus, tetapi berani menggagas dan mengimplementasikan Dialog Antar Umat Beragama sebagai upaya nyata untuk Memperkuat Moderasi Beragama di tingkat akar rumput.

Artikel ini akan mengupas tuntas inisiatif progresif yang digagas oleh mahasiswa STT Istto Hikmat Wahyu, bagaimana dialog ini mengubah cara pandang, dan mengapa peran kaum muda intelektual keagamaan sangat vital dalam merawat keharmonisan Sulut.


I. Mengapa Mahasiswa STT Menjadi Garda Terdepan Moderasi?

Seringkali, sekolah tinggi teologi (STT) dipandang sebagai institusi yang bersifat eksklusif. Namun, STT Istto Hikmat Wahyu memilih jalur berbeda, menekankan pendidikan holistik yang berakar pada teologi yang inklusif dan misi pelayanan yang berdampak sosial, termasuk penguatan kerukunan.

1. Membawa Perspektif Teologis yang Moderat

Mahasiswa STT IHW dilatih untuk memahami esensi ajaran agama mereka secara mendalam, yaitu tentang kasih, keadilan, dan kemanusiaan. Pemahaman teologis yang matang ini menjadi benteng pertama melawan tafsir agama yang sempit dan ekstrem. Mereka belajar bahwa ajaran agama seharusnya menjadi sumber solusi, bukan konflik.

2. Inisiatif “Youth Interfaith Dialogue” (YID)

Gagasan mahasiswa STT IHW untuk menggelar dialog lintas iman berfokus pada generasi muda, yang merupakan kelompok paling rentan terpapar radikalisme digital.

3. Mentransformasi Mindset dari “Eksklusif” menjadi “Inklusif”

Bagi mahasiswa teologi, berinteraksi secara mendalam dengan pemeluk agama lain adalah praktik nyata dari moderasi beragama. Pengalaman ini mengajarkan mereka prinsip-prinsip utama moderasi: Tawassuth (berjalan di jalan tengah), Tasamuh (toleransi), dan Tawazun (keseimbangan).


II. Mekanisme Dialog: Dari Kampus ke Komunitas Lintas Batas

Keberhasilan inisiatif mahasiswa STT IHW terletak pada metodologi pelaksanaan dialog yang mereka rancang.

1. Pendekatan Berbasis Aksi dan Kolaborasi

Dialog ini dirancang untuk menghasilkan tindakan nyata. Mahasiswa berkolaborasi dengan organisasi kepemudaan lintas iman, seperti GMKI, PMKRI, HMI, dan komunitas pemuda lokal, untuk merencanakan kegiatan bersama.

2. Pemanfaatan Digital Dakwah untuk Moderasi

Menyadari kekuatan media sosial, mahasiswa STT IHW turut menggunakan platform digital sebagai sarana menyebarluaskan pesan Moderasi Beragama.

Baca Juga: Gathering Alumni, Dosen, & Yayasan STT Istto Hikmat Wahyu

3. Peran Dosen Sebagai Fasilitator dan Inspirator

Inisiatif ini mendapatkan dukungan penuh dari dosen dan manajemen STT IHW, yang berfungsi sebagai fasilitator dan mentor. Mereka memastikan bahwa diskusi tetap produktif, terarah, dan berbasis konstitusi (menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945).


III. Dampak dan Prospek: Mencetak Duta Perdamaian Sulut

Inisiatif Dialog Moderasi Beragama oleh Mahasiswa STT Istto Hikmat Wahyu memberikan dampak transformatif, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi lingkungan sosial Sulawesi Utara.

1. Lahirnya Religious-Social Entrepreneurship

Mahasiswa tidak lagi hanya berorientasi menjadi pelayan gereja tradisional, tetapi juga menjadi pemimpin sosial keagamaan (Religious-Social Entrepreneur) yang mampu menciptakan solusi damai bagi masalah kerukunan.

2. Membangun Iron Stock Kerukunan

Mahasiswa yang terlibat dalam dialog ini adalah “generasi penerus yang tangguh” (Iron Stock) yang siap mengisi posisi strategis di masyarakat dengan karakter moderat dan mentalitas sosial yang inklusif.

3. Menegaskan Status Sulut sebagai Best Practice Moderasi

Melalui inisiatif ini, Mahasiswa STT Istto Hikmat Wahyu telah berkontribusi aktif dalam menegaskan kembali status Sulawesi Utara bukan hanya sebagai provinsi yang secara statistik toleran, tetapi juga sebagai provinsi yang secara aktif dan sadar merawat toleransinya.


Penutup: Misi Pelayanan Lintas Batas Iman

Langkah proaktif Mahasiswa STT Istto Hikmat Wahyu dalam menggagas Dialog Moderasi Beragama di Sulut adalah cerminan dari semangat kepemudaan yang bertanggung jawab. Mereka telah membuktikan bahwa ruang-ruang kampus adalah ladang subur untuk menumbuhkan benih-benih persaudaraan sejati, melampaui sekat-sekat keimanan.

Dengan menjadikan dialog sebagai gaya hidup dan kolaborasi sebagai strategi utama, para mahasiswa ini tidak hanya memperkuat identitas teologis mereka, tetapi juga identitas kebangsaan mereka. Mereka adalah Duta Perdamaian masa depan, memastikan bahwa harmoni “Bumi Nyiur Melambai” terus menginspirasi seluruh Indonesia.

Menurut Anda, kegiatan nyata (seperti bakti sosial) ataukah diskusi intelektual yang lebih efektif dalam menanamkan nilai-nilai Moderasi Beragama pada generasi muda?

admin
https://sttisttohwsulut.ac.id