Misi pelayanan, dalam konteks kekristenan, bukanlah sekadar serangkaian aktivitas atau program sosial. Ia adalah jantung dari identitas gereja dan kelanjutan dari kisah Allah yang agung. Namun, dalam hiruk pikuk pelayanan kontemporer, seringkali kita terjebak dalam pragmatisme—fokus pada apa yang berhasil alih-alih apa yang benar menurut kehendak Tuhan.
Di tengah godaan untuk mengikuti tren dan metode yang ramai, ada satu disiplin ilmu yang berfungsi sebagai jangkar abadi: Teologi Biblika.
Teologi Biblika (TB) adalah studi sistematis yang menelusuri kisah Allah yang terungkap secara progresif di seluruh Alkitab, mulai dari Kejadian hingga Wahyu, dengan Kristus sebagai titik puncaknya. Jika Teologi Sistematika berfokus pada apa yang diajarkan seluruh Alkitab tentang topik tertentu (misalnya, doktrin dosa), Teologi Biblika berfokus pada bagaimana tema-tema kunci (misalnya, Kerajaan Allah, Perjanjian, Bait Suci) berkembang dalam alur sejarah keselamatan (Heilsgeschichte).
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana Teologi Biblika berperan sebagai fondasi, kerangka, dan kompas dalam Misi Pelayanan, memastikan setiap tindakan pelayanan kita berakar kuat pada narasi Injil yang autentik.
I. Teologi Biblika sebagai Fondasi Misi: Dari Penciptaan hingga Pemenuhan
Teologi Biblika mengubah cara kita memandang misi pelayanan, dari sekadar tugas keagamaan menjadi partisipasi dalam drama kosmis yang dipimpin oleh Allah sendiri.
1. Misi Berakar pada Missio Dei
Konsep misi dalam TB tidak dimulai dari gereja (Missio Ecclesiae), melainkan dari Allah Tritunggal (Missio Dei). Misi adalah sifat Allah. TB menunjukkan bahwa misi adalah upaya Allah untuk menebus dan memulihkan ciptaan-Nya yang telah jatuh:
- Misi Penciptaan (Kejadian 1–2): Allah menciptakan manusia (Adam dan Hawa) sebagai wakil-Nya di bumi (mandat budaya) dan memanggil mereka untuk memperluas kemuliaan-Nya. Ini adalah landasan teologis bagi pelayanan holistik yang memperhatikan lingkungan dan budaya.
- Misi Penebusan (Perjanjian Lama): Allah memilih Abraham untuk menjadi berkat bagi segala bangsa (Kejadian 12), membentuk Israel sebagai “terang bagi bangsa-bangsa” (Yesaya 49:6), dan membangun Bait Suci sebagai tempat pertemuan ilahi di mana seluruh dunia diundang untuk menyembah.
- Misi Pemenuhan (Kristus): TB mencapai puncaknya di dalam Yesus Kristus. Dia adalah Bait Suci yang sejati, keturunan Abraham yang membawa berkat sejati, dan pelayan yang menderita untuk memulihkan Israel dan bangsa-bangsa.
Peran TB: Dengan memahami Missio Dei, kita menyadari bahwa pelayanan bukanlah proyek kita, melainkan proyek Allah yang telah kita ikuti. Hal ini memberikan otoritas dan visi jangka panjang pada setiap upaya pelayanan.
2. Kerajaan Allah sebagai Kerangka Misi
Teologi Biblika menegaskan bahwa tema sentral Alkitab adalah Kerajaan Allah. Kerajaan ini diresmikan dalam Kristus (already) tetapi belum sepenuhnya terwujud (not yet).
- Misi sebagai Tanda Kerajaan: Pelayanan, baik penginjilan (proklamasi Injil) maupun pelayanan sosial (aksi keadilan dan belas kasih), adalah tanda-tanda autentik dari Kerajaan yang akan datang. Ketika gereja memberi makan yang lapar atau memberitakan pengampunan dosa, itu adalah cara Kerajaan Allah menginvasi dunia yang telah jatuh.
- Pelayanan Holistik: TB mencegah kita memecah misi menjadi dikotomi yang salah—misalnya, memisahkan penginjilan dari tindakan sosial. Yesus melayani dengan perkataan (mengajar dan memberitakan Kerajaan) dan perbuatan (menyembuhkan dan memulihkan). Pelayanan kita harus mencerminkan keseimbangan Kristus ini.
II. Teologi Biblika sebagai Kompas Arah Misi: Memastikan Keotentikan Injil
Teologi Biblika sangat penting untuk menjaga integritas pesan dan metode pelayanan kita, khususnya dalam konteks multikultural dan sinkretisme modern.
1. Menghindari Sinkretisme melalui Kesatuan Perjanjian
TB menolong kita memahami bagaimana Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berhubungan. Hal ini krusial untuk mencegah penyalahgunaan teks atau praktik:
- Pemberitaan Injil yang Utuh: TB mengajarkan bahwa Injil bukan hanya tentang kehidupan setelah kematian, tetapi tentang kedaulatan Kristus atas seluruh ciptaan (Lordship of Christ). Ia mengajarkan pertobatan yang mengubah baik hubungan vertikal (dengan Allah) maupun horizontal (dengan sesama dan lingkungan).
- Konteks dan Kanon: Dalam kontekstualisasi, TB berfungsi sebagai filter. Ia membolehkan kita menyesuaikan bentuk pelayanan agar relevan dengan budaya, tetapi ia melarang kita mengubah isi pesan Injil. Pesan keselamatan selalu berpusat pada kematian dan kebangkitan Kristus, bukan pada ritual atau janji kesejahteraan material semata.
Baca Juga: Kisah Mahasiswa ISTTO Hikmat Wahyu Mengasah Keterampilan
2. Teologi Salib dalam Pelayanan Penderitaan
Teologi Biblika menggarisbawahi tema penderitaan, yang mencapai puncaknya di kayu salib. Pemahaman ini sangat relevan untuk misi di daerah yang teraniaya atau yang miskin.
- Mengikuti Pola Kristus: Misi yang dipandu TB tidak menjanjikan kekayaan atau kemudahan di dunia ini (seperti yang sering diusung Teologi Kemakmuran). Sebaliknya, TB mengajarkan bahwa pelayanan sejati melibatkan pemuridan yang radikal dan memikul salib (Markus 8:34).
- Harapan yang Tahan Uji: Dalam TB, penderitaan selalu mendahului kemuliaan. Kisah eksodus, pembuangan, dan akhirnya salib, menunjukkan bahwa Allah berkarya melalui kelemahan. Hal ini memberikan harapan eskatologis yang kuat bagi orang-orang yang melayani dan dilayani dalam penderitaan.
III. Implikasi Praktis Teologi Biblika dalam Pelayanan Kontemporer
Bagaimana TB seharusnya memengaruhi kegiatan sehari-hari dalam misi pelayanan?
1. Mendorong Misi Holistik (Holistic Mission)
Teologi Biblika menentang pandangan yang membatasi keselamatan hanya pada spiritualitas pribadi. Kerangka TB tentang Kerajaan Allah mendorong kita untuk bertindak secara komprehensif:
| Dimensi Pelayanan | Landasan Teologi Biblika | Contoh Praktik Misi |
| Keadilan Sosial | Panggilan para nabi untuk keadilan (Amos, Mikha); Hukum Musa melindungi orang miskin. | Mendirikan bank makanan, mengadvokasi hak-hak pekerja, menyediakan beasiswa. |
| Pelestarian Lingkungan | Mandat budaya di Kejadian 1:28 (mengolah dan memelihara); Janji restorasi kosmis (Roma 8). | Proyek penghijauan, edukasi pengelolaan sampah, pertanian berkelanjutan. |
| Pengembangan Komunitas | Kovenan Abraham (menjadi berkat bagi bangsa-bangsa); Model komunitas di Kisah Para Rasul 2. | Membangun koperasi, pelatihan keterampilan, pemberdayaan ekonomi mikro. |
| Penginjilan | Amanat Agung (Matius 28); Pewartaan Injil sejak awal gereja (Kisah Para Rasul). | Pemberitaan Injil yang berakar pada narasi keselamatan Alkitab, bukan sekadar etika. |
2. Membentuk Karakter Pemimpin Misi
TB secara progresif mengungkapkan karakter Allah dan standar hidup bagi umat-Nya. Pemahaman ini sangat penting bagi para pemimpin pelayanan:
- Pelayan yang Rendah Hati: Kisah Israel dan gereja awal menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati adalah pelayan yang mengorbankan diri—seperti Musa, Daud, dan terutama Yesus (Filipi 2). Ini melawan model kepemimpinan yang berpusat pada kekuasaan atau karisma pribadi.
- Integritas: Perjanjian Allah (Kovenan) menuntut kesetiaan (Hesed) dari umat-Nya. Pemimpin misi, yang memahami teologi perjanjian, akan berpegang teguh pada integritas moral, transparansi finansial, dan kesetiaan doktrinal.
3. Memperjelas Arah Pelayanan Lintas Budaya (Misiologi)
TB adalah jembatan penting untuk misiologi:
- Eskatologi dan Visi Global: Kitab Wahyu dan nubuat Perjanjian Lama melukiskan visi akhir: sekelompok besar orang dari setiap suku, bahasa, kaum, dan bangsa akan berdiri di hadapan takhta (Wahyu 7:9). Visi ini memberikan urgensi dan tujuan yang jelas bagi setiap strategi misi lintas budaya.
- Teologi Kontekstual yang Aman: Memahami bahwa Allah telah bekerja dalam sejarah dan budaya yang berbeda (misalnya, di antara bangsa-bangsa Kanaan, Babel, dan Roma) membantu misionaris untuk lebih menghargai dan memahami konteks budaya yang baru, sambil tetap teguh pada esensi Injil yang universal.
Penutup: Kembali ke Naskah Asli
Pada akhirnya, peran Teologi Biblika dalam misi pelayanan adalah peran seorang penunjuk jalan. Ia memaksa kita untuk kembali ke naskah asli—untuk mendengar kisah Allah Tritunggal sebagaimana Dia ingin menceritakannya.
Misi bukanlah tentang seberapa besar program kita, seberapa banyak dana yang kita kumpulkan, atau seberapa modern metode kita. Misi sejati adalah tentang kesetiaan dalam menceritakan dan menghayati kisah penebusan Allah, yang berpuncak pada Kristus.
Dengan menjadikan Teologi Biblika sebagai landasan, para pelayan kontemporer akan dipersenjatai dengan pemahaman yang mendalam tentang maksud dan tujuan Allah, menghasilkan pelayanan yang tidak hanya efektif secara pragmatis, tetapi juga otentik secara biblis, relevan secara budaya, dan membawa kemuliaan bagi Raja di atas segala raja.

Leave a Reply